Sejarah Singkat Kalender Hijriah

“Surat-surat sampai kepada kami dari Amirul Mu’minin, tetapi kami bingung bagaimana menjalankannya. Kami membaca sebuah dokumen tertanggal Sya’ban, namun kami tidak tahu ini untuk tahun yang lalu atau tahun ini.” Abu Musa Al-Asy’ari kepada Amirul Mu’minin Umar bin Khattab dalam Biografi Kholifah Rasulullah.

Hal tersebut menjadi sebuah persoalan tersendiri pada masa Khalifah Umar bin Khattab, sekaligus membuat Sang Khalifah mengumpulkan para sahabat khususnya mereka yang bertugas di pusat pemerintahan untuk segera membahas dan mencari solusi dari persoalan tersebut.

Terlebih sejak awal Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hijrah dari Makkah Al-Mukarromah ke Madinah Al-Munawwaroh, juga tidak ada tahun yang digunakan dalam penanggalan. Termasuk pada masa Abu Bakar As-Siddiq sebagai khalifah hingga 4 (empat) tahun pertama kepemimpinan Amirul Mu’minin Umar bin Khattab.

Dalam majelis bersama para sahabat, Umar bin Khattab menyampaikan kegelisahan dari persoalan pencatatan beragam surat maupun sejumlah dokumen penting lainnya. Termasuk juga semakin meluasnya kekuasaan Islam yang justru memiliki persoalan serupa, yakni persoalan di bidang administrasi.

Bahkan surat menyurat antar gubernur pada masa itu juga belum sistemik karena tidak adanya acuan penanggalan, masing-masing wilayah hanya menggunakan kalender lokal yang tentunya berbeda antara penanggalan satu wilayah dengan wilayah lainnya. Sehingga dibutuhkan penyeragaman melalui hitungan kalender yang sama.

Persoalan selanjutnya muncul untuk menentukan awal penghitungan kalender Islam, apakah menggunakan tahun kelahiran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, atau masa pengangkatan Nabi sebagai Rasul, masa turunnya al-Qur’an hingga usulan saat kemenangan kaum muslimin dalam peperangan.

Dari beragam usulan tersebut, akhirnya disepakati penentuan awal Hijriyah dimulai dari peristiwa Hijrah. Sehingga kalender Islam hingga saat ini dikenal dengan sebutan Kalender Hijriah.

Peristiwa Hijrah dijadikan pilihan sebagai tonggak awal penanggalan Islam, justru memiliki makna yang amat dalam. Di mana fase hijrah menjadi titik balik bagi umat Islam untuk meletakkan landasan melangkah kedepan, sekaligus menjadi kunci pesat kemenangan dan perkembangan Islam.

Nama-Nama Bulan dalam Kalender Hijriah
Sistem penanggalan hijriah yang dipakai sudah memiliki tuntunan jelas dalam al-Qur’an, yakni sistem kalender bulan atau qamariyah. Di mana kalender hijriah menghitung durasi satu tahun berdasar 12 siklus sinodis bulan atau 12 fase ketika bulan menampakkan hilalnya.

Sistemnya dimulai dari Ahad hingga Sabtu dan diawali dengan bulan Muharram hingga Dzul Hijjah, siklus sinodis per bulan kalender hijriah juga terbilang variatif dengan rata-rata 29,53 hari. Berbeda dengan kalender Masehi yang menggunakan jumlah hari dalam sebulan sebanyak 30 atau 31 hari, sementara kalender Hijriah hanya 29 dan/atau 30 hari, itupun tidak teratur dengan berfokus pada status hilal (adakalanya tanggal 29 sudah tampak hilal).

Karena perbedaan tersebut, dalam hitungan satu tahun kalender hijriah, biasanya 11 hari lebih pendek daripada kalender masehi. Dan tidak kalah penting, keberadaan kalender hijriah juga menjadi tonggak sistem kemajuan peradaban Islam hingga saat ini.

Dari 12 bulan kalender hijriah tersebut, meliputi 1) Muharram; 2) Shafar; 3) Rabi’ul Awal; 4) Rabi’ul Akhir; 5) Jumadil Awal; 6) Jumadil Akhir; 7) Rajab; 8) Sya’ban; 9) Ramadhan; 10) Syawal; 11) Dzul Qa’dah; serta 12) Dzul Hijjah. Wallahu A’lam. [adm]

Artikel serupa diterbitkan di beritajatim.com