Info Kampus
Senin, 14 Okt 2024
  • Selamat datang di IAI Al-Khairat Pamekasan. Untuk mendaftar menjadi mahasiswa, silahkan klik pmb.alkhairat.ac.id
  • Selamat datang di IAI Al-Khairat Pamekasan. Untuk mendaftar menjadi mahasiswa, silahkan klik pmb.alkhairat.ac.id
16 April 2017

Tips Meningkatkan Harga Diri Remaja dari Keluarga Broken Home

Minggu, 16 April 2017 Kategori : Uncategorized

Oleh Roro Kurnia Nofita Rahmawati

Penceraian dalam keluarga notabene bisa membuat lebel baru bagi anak-anak dengan sebutan keluarga ‘Broken Home’, hal itu juga akan memberikan dampak sosial saat menghadapi perubahan dalam keluarga.

Bahkan tidak jarang mereka sering mengalami dampak negatif, mulai dari kenakalan remaja hingga harga diri yang rendah dan sejumlah dampak negatif lainnya.

Modeling simbolis dalam pembinaan anak terdampak penceraian menjadi salah satu teknik khusus dalam psikoterapi, hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan audio, buku cerita, film, foto, rekaman, slide, video dan lainnya untuk mencapai suatu tujuan.

Harga diri remaja sangat erat hubungannya dengan dampak negatif jika mereka tidak memiliki harga diri mempuni, remaja akan mengalami kesulitan dalam menampilkan prilaku sosial dan akan merasa inferior serta canggung dalam bersosialisasi.

Namun sebaliknya, jika mereka percaya diri sekaligus kebutuhan mentalnya terpenuhi. Kemungkinan mereka akan memperoleh sukses dalam prilaku sosial sekaligus percaya diri.

Harga diri remaja tidak luput dari pengaruh dan peran lingkungan, salah satunya lingkungan keluarga. Remaja yang dibesarkan dari keluarga broken home cenderung menyebabkan pengaruh negatif terhadap perkembangan sosial remaja. Termasuk juga hubungan keluarga kurang baik bisa mengembangkan hubungan buruk dengan orang-orang di luar rumah.

Istlah broken home menggambarkan keluarga yang tidak utuh, retak tanpa kehadiran salah satu dari kedua orang tua akibat penceraian, meninggal dunia atau meninggalkan keluarga. Bahkan jumlah kasus tersebut justru meningkat signifikan dalam setiap tahunnya.

Bahkan broken home karena penceraian dapat menimbulkan dampak positif atau negatif bagi remaja, namun semuanya tergantung penilaian remaja terhadap pernikahan orang tua mereka.

Berdasar fenomena di lapangan, sebagian besar remaja dari keluarga broken home seringkali tidak mendapatkan dukungan dan diabaikan atau bahkan menerima perlakuan buruk dari orang tua mereka. Orang tua tidak lagi perhatian terhadap anak-anaknya atau remaja, baik masalah di rumah, sekolah, sampai pada perkembangan pergaulan remaja di masyarakat.

Kondisi tersebut menyebabkan remaja mengalami stres atau tertekan dalam dirinya, sekaligus menghambat pengembangan perasaan dan keyakinan dalam diri mereka. Bahkan sebagian besar di antara mereka justru tidak terlalu percaya diri.

Contoh kasus pada remaja dari keluarga broken home cenderung melakukan aktivitas negatif, sehingga menyebabkan hasil prestasi sekolah menurun karena seringkali membolos, kabur dari rumah, bergaul dengan teman yang memberi pengaruh buruk, turut dalam pelacuran, terlibat dalam narkoba, seks bebas, minum-minuman keras, merokok, tawuran dan aktifitas yang mengambil resiko tinggi seperti kebut-kebutan dan lainnya.

Remaja yang mengalami broken home juga tidak memiliki keyakinan akan masa depan mereka, sehingga tidak semangat dalam mengikuti pelajaran, tidak patuh terhadap guru dan secara prestasi belajar, remaja tidak dapat menunjukkan prestasi belajar yang membanggakan. Bahkan mereka juga menginginkan agar keluarganya kembali guna mendapat kasih sayang yang tulus dari kedua orang tua mereka.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu remaja keluarga broken home adalah dengan meningkatkan harga dirinya. Teknik modeling simbolis merupakan salah satu metode yang sering digunakan dalam terapi kognitif-sosial, tujuannya adalah untuk memperbaiki regulasi self, melalui pengubahan tingkah laku dan mempertahankan perubahan tingkah laku yang terjadi.

Berdasar hasil penelitian yang dilakukannya, anak usia remaja menunjukkan mereka mudah terpengaruh oleh tayangan-tayangan dari televisi, dan media-media elektronik lainnya. Remaja lebih peka terhadap reaksi-reaksi lingkungan yang ada disekitarnya daripada sebelumnya, baik itu dari media massa, televisi, film atau orang-orang disekitarnya.

Setidaknya butuh 16 kali pertemuan dengan melihat video atau film yang berkisah tentang broken home, tetapi mampu bertahan dan bahkan sukses untuk memotivasi mereka.

* Tulisan ini pernah diterbitkan di tribunnews.com 18 Agustus 2016 lalu

Artikel ini memiliki

0 Komentar

Tinggalkan Komentar

 

Arsip

sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto sekolahtoto situs toto
?>